Kamis, 12 November 2015

Airport Tutup Bukan " Nightmare " dalam Berwisata

dunia pariwisata kita saat ini sudah tidak bisa lagi tergantung 100% kepada transportasi udara untuk membawa wisatawan menuju destinasi-destinasi wisata di indonesia.
mengapa ?, belajar dari penutupan airport yang terjadi berkali -kali di Bandara Internasional lombok dan Bandara Ngurah Rai Bali perlu untuk segera dilakukan sebuah strategi baru di dalam " mengkondisikan psikologis " wisatawan bahwa bukan hanya pesawat udara yang mampu membawa mereka ke sebuah tujuan wisata yang mereka sudah rencanakan, tapi ada alternative moda ransportasi lain yang tidak kalah “ fun “ dan “ safe “ yang bisa dipilih , dengan kata lain “ airport tutup “ bukan “ nightmare “ apalagi ditundanya untuk berwisata.
Ditutupnya Ngurah Rai Airport dan Bandara Internasional Lombok adalah sebuah contoh nyata di dalam melihat secara jelas bagaimana pergerakan para wisatawan dapat untuk diprediksi, ada yang mengambil jalan darat dan laut artinya terus melanjutkan perjalanan menuju daerah tujuannya , akan tetapi ada juga yang memilih membatalkan kunjungannya , dan ini mungkin pilihan yang paling banyak diambil oleh para wisatawan .
Saya tergelitik kemudian melakukan sebuah riset kecil, bertanya dengan beberapa wisatawan yang kebetulan sama-sama mengalami nasib “ terjebak “ di airport , saya bertanya, apakah yang menjadi alasan disaat mereka memutuskan untuk membatalkan kunjungannya , dari jawaban mereka saya mengambil kesimpulan bahwa ada dua alasan yang paling utama , pertama mereka merasa tidak aman bepergian disaat ada “ bencana alam“ di sebuah destinasi wisata, lalu yang kedua , mereka melihat terbatasnya informasi tentang alternative tranportasi lain yang bisa menjadi pilihan yang nyaman bagi mereka untuk melanjutkan perjalanan.
Mari bersama kita melihat moda transportasi fastboat yang melayani rute bali ( padang bai ) – teluk nare ( lombok ) dimana kebetulan juga saya beberapa kali menggunakannya disaat BIL ditutup ataupun disaat saya ingin mencari suasana lain di dalam traveling.
Berdasar informasi yang saya dapat dari dinas perhubungan setempat , bahwa ada sekitar 20 armada fastboat yang beroperasi di dalam melayani rute ini dengan kapasitas rata-rata 75 penumpang , dengan tarif per penumpang antara Rp. 200 – 250 ribu , fastboat ini menempuh jarak padang bai ( bali ) menuju Teluk Nare ( Lombok ) dalam waktu sekitar 1.5 Jam , dan rasanya pun cukup nyaman di tambah dengan keindahan pemandangan garis pantai Bali – Lombok dan kalau beruntung bertemu kawanan lumba-lumba yang bisa kita nikmati selama perjalanan.
Dari sisi komersial ataupun nilai ekonomi kita bisa dapat menganalisa bahwa fastboat ini dengan hitung-hitungan kasar,
20 armada x 75 penumpang ( one way ) x 6 ( frekwensi ) x Rp. 250.000
= Rp. 2.250.000.000 / day
Jika Jumlah omset ini dibagi rata dengan 20 boat maka omset rata perboat/ hari akan ketemu jumlah Rp. 112.500.000 , bisnis yang cukup menggiurkan bukan ?
Tidak berhenti disitu, Lalu bagaimana dengan potensi devisa yang dibawa oleh para wisatawan ?
Jika 20 Armada fasboat tadi kita rata-rata kan membawa 75 penumpang saja maka :
20 x 75 penumpang x 3 = 4500 penumpang perhari
jika kita asumsikan 4000 nya adalah wisatawan yang rata – rata lama menginap di Gili ataupun di Lombok adalah 3 hari dengan rata – rata menghambiskan $200 / hari maka akan di dapat :
4000 x 3hari x $200 = $2.400.000
2.4 juta USD , ini baru bicara 3 hari masa kunjungan , belum kita berhitung perputaran wisatawan yang terjadi selama satu bulan, lalu satu tahun , angka yang WOW bukan.
Sengaja saya menulis ini dengan mengemukakan hitung-hitungan komersial diatas, karena bagaimana pun disaat berbicara tentang pariwisata tidak terlepas dari nilai- nilai ekonomi dan bisnis yang mengikutinya.
Jadi , menurut hemat saya, daripada kita harus bermuram durja dikarenakan airport yang tutup yang memang disebabkan oleh kejadian alam yang sudah ditakdirkan olehNYa, sudah saat nya kita berfikir strategi – strategi jitu di dalam mengatasinya misalnya :
Dari sisi pemerintah :
1. Rangsang swasta untuk melakukan pengembangan bisnis transportasi pariwisata selain transportasi udara yang sesuai standardisasi kemanan dan kenyamanan , dengan memberikan kemudahan perijinan , insentif dll
2. Perkuat sosialisasi dan informasi tentang moda transportasi alternative yang tidak kalah fun dan nyaman di dalam berwisata.

Dari Sisi Swasta , sudah jelas, bahwa dunia pariwisata yang terus berkembang ini adalah sebuah kesempatan di dalam memperlebar jangkauan bisnis yang dimiliki, dan sudah terbukti bahwa bisnis pariwisata adalah bisnis yang sudah teruji di dalam bertahan menghadapi krisis.
Jadi bagaimana ?
Masih Banyak jalan untuk terus berlibur ,
Masih banyak jalan menuju 20 Juta wisatawan bukan ?
Salam,
Taufan Rahmadi
Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah NTB