Rabu, 05 Oktober 2011

LETS SAVE SEAGAMES INDONESIA

... NASIONALISME SEORANG PENGUSAHA SUKSES DARI SOSOK SEORANG RAHMAT GOBEL YANG BEGITU TINGGI HARUS BISA MENJADI CONTOH BAGI BANYAK PENGUSAHA MUDA INDONESIA ..



KETUA Panitia Pelaksana Rahmat Gobel tentunya tidak pernah membayangkan bahwa penyelenggaraan SEA Games XXVI akan sepelik seperti sekarang ini. Ketika ditunjuk sebagai ketua panitia pelaksana, ia berharap bisa memberi sumbangsih terbaik kepada negara pada penyelenggaraan pesta olahraga bangsa-bangsa Asia Tenggara.

Pengalamannya sebagai eksekutif bisnis yang berhasil, membuat kehadiran Rahmat Gobel membersitkan harapan bagi penyelenggaraan SEA Games yang lebih berkualitas. Seperti ketika Peter Ueberroth mengubah penyelenggaraan Olimpiade Los Angeles 1984 sebagai pesta olahraga yang menarik untuk ditonton dan menguntungkan, kita berharap ditunjuknya pengusaha yang sukses sebagai ketua panitia penyelenggara SEA Games XXVI bisa membuat pesta olahraga bangsa-bangsa ASEAN juga bisa seperti itu.

Namun rupanya kita bukanlah Amerika Serikat. Kita memang menginginkan adanya sesuatu yang berbeda dalam penyelenggaraan SEA Games XXVI, namun kita tidak memberikan ruang yang cukup bagi orang yang kita tunjuk itu untuk bisa mengembangkan idenya. Ibaratnya, kita memang melepas kepalanya, namun tetap memegang erat ekornya.

Rahmat Gobel tidak berdaya menghadapi birokrasi. Bahkan yang membuat ia pusing tujuh keliling adalah aturan yang ada membuat dirinya tidak bisa bergerak. Belum lagi ketika penyelenggaraan SEA Games XXVI dinodai oleh korupsi pada pembangunan Wisma Atlet di Palembang.

Kini ketika penyelenggaraan SEA Games XXVI tinggal tersisa dua bulan, masih banyak fasilitas yang diperlukan untuk penyelenggaraan pertandingan belum siap untuk bisa dipakai. Bahkan peralatan yang dibutuhkan untuk membuat tanda identitas bagi penyelenggara, ofisial, wasit, dan atlet pun belum bisa tersedia.

Peraturan yang berlaku mengharuskan untuk setiap pembangunan fasilitas dan pembelian peralatan yang menggunakan anggaran negara dilakukan melalui cara tender. Pelaksanaan tender sendiri membutuhkan waktu sekitar tiga bulan. Belum lagi kemudian pelaksanaannya. Padahal penyelenggaraan SEA Games XXVI tinggal tersisa dua bulan lagi.

Dalam kondisi seperti ini memang dibutuhkan adanya terobosan. Setidaknya ada pelonggaran aturan, khususnya untuk pembangunan fasilitas pertandingan dan pengadaan peralatan. Untuk itulah Rahmat Gobel membutuhkan adanya peraturan presiden yang membolehkan adanya penunjukan langsung pengadaan barang kebutuhan SEA Games XXVI.

Tanpa adanya terobosan itu, Rahmad Gobel tidak berani untuk bertindak. Ia bisa-bisa dianggap melanggar aturan mengenai pengadaan kebutuhan barang dan konsekuensinya bisa dianggap korupsi. Sesudah SEA Games XXVI berlangsung bisa-bisa ia harus menghadapi pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi.

Rahmat Gobel tidak mau niatan baiknya berubah menjadi malapetaka. Untuk itulah ia mengajukan adanya peraturan presiden mengenai pengadaan barang kebutuhan SEA Games XXVI atau ia memilih untuk mundur sebagai ketua panitia penyelenggara.

Kita sangat memahami kesulitan yang dihadapi oleh Rahmat Gobel. Ia dihadapkan kepada posisi yang sangat pelik. Daripada tidak bisa melaksanakan tanggung jawabnya, ia memilih untuk mundur sebagai ketua panitia penyelenggara.

Bola sekarang berada di tangan pemerintah. Presiden dan Menteri Pemuda dan Olahraga harus berani membuat terobosan bagi bisa terselenggaranya SEA Games XXVI. Tidak bisa persoalan terus digantung seperti sekarang.

Presiden tentunya bisa meminta bantuan KPK dan Badan Pemeriksa Keuangan. Kedua institusi itu bisa diminta untuk menugaskan orangnya membantu panitia penyelenggara SEA Games XXVI mengawal pelaksanaan pengadaan barang kebutuhan pesta olahraga itu. Dengan adanya pengawasan dari kedua lembaga tersebut, meski tidak ada tender seharusnya bisa dijaga tidak terjadinya main mata.

Sekarang ini yang kita pertaruhkan nama baik bangsa. Penyelenggaraan SEA Games merupakan kegiatan rutin yang sudah direncanakan setiap dua tahun sekali. Bahkan negeri yang baru mulai membangun seperti Laos pun, bisa tepat waktu menjadi penyelenggara ketika ditunjuk sebagai tuan rumah dua tahun lalu.

Kita yang selalu mengagungkan sebagai calon raksasa ekonomi baru dan bahkan mencanangkan sebagai negara dengan kekuatan ekonomi ketiga di dunia pada tahun 2045, mempersiapkan SEA Games saja kedodoran. Kita sekarang dihadapkan kepada ancaman kegagalan, hanya dua bulan sebelum pelaksanaan pesta olahraga Asia Tenggara itu dilangsungkan.

Inilah yang terasa sangat ironis. Kita punya mimpi besar, tetapi untuk hal-hal yang kecil  saja kita tidak saksama melaksanakannya. Kita tidak pernah akan bisa meraih mimpi besar itu apabila kita tidak mengubah kultur kerja kita.

Hal yang paling mendesak harus kita perbaiki adalah sikap untuk tidak mementingkan diri sendiri dan mencari untung untuk kita sendiri. Kondisi sekarang ini tidak akan menjadi pelik seperti sekarang kalau kemarin tidak terjadi korupsi pada pembangunan Wisma Atlet. Korupsi itu terjadi karena kita rakus dan egois.

Presiden pun sekarang pasti takut untuk mengeluarkan peraturan presiden untuk memperbolehkan penunjukan langsung pengadaan kebutuhan barang untuk SEA Games XXVI. Yang melalui tender saja korupsi, apalagi yang tidak melalui tender.

Namun kita tidak bisa terus berkutat pada ketakutan. Harus ada keberanian untuk melakukan terobosan dengan memperbaiki pengawasan. Atau pilihannya, kita akan malu semua sebagai bangsa karena tidak mampu menyelenggarakan SEA Games XXVI.

TAUFAN RAHMADI ( T9 ) OF UJUNGPINTU.COM
PROJECT DIRECTOR MALAM BUDAYA TORCH RELAY KADIN - INASOC
SEA GAMES 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar