Rabu, 19 September 2012

Adakah Jokowi ke Jakarta Karena Alasan Kekuasaan ?


Benarkah Jokowi memilih maju menuju DKI 1 benar-benar semata karena kekuasaan ? Benarkah langkah jokowi ini dapat diartikan menomorduakan solo dan menyalahi janjinya guna mengabdi bagi masyarakat kota solo ?

Tulisan ini mencoba mereka-reka kira-kira apa yang menjadi alasan seorang jokowi mengambil keputusan tersebut, saya mencoba melihatnya dari sisi seorang jokowi dengan latar belakang kehidupan budaya jawa yang mengalir dalam dirinya, filsafat hidup luhur orang jawa pasti menjadi salah satu pedoman seorang jokowi mengambil keputusan-keputusan penting dalam hidupnya.
Dari membaca beberapa literatur, ada 8 dari 10 filsafat hidup orang jawa yang sayacoba untuk saya pasangkan dengan sosok seorang jokowi saat ini.
10 Filosofi Hidup Orang Jawa :

1. Urip Iku Urup (Hidup itu Nyala, Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik, tapi sekecil apapun manfaat yang dapat kita berikan, jangan sampai kita menjadi orang yang meresahkan masyarakat).

Jokowi adalah walikota solo yang telah memasuki periode kedua masa jabatannya ( 2005-2010 dan 2010-2015 ),di masa awal jokowi menjabat telah menghasilkan banyak prestasi yang gemilang bagi kota sola, sebut saja : keberhasilan relokasi para pedagang kaki lima solo tanpa ada gejolak sedikitpun, peningkatan PAD solo yang cukup signifikan, keberhasilan di dalam mengundang banyak investor di dalam menanamkan modalnya di solo, keberpihakannya kepada rakyat kecil yang begitu luar biasa, terbukti dengan beberapa peraturan-peraturan daerah yang dikeluarkan memberikan ruang bagi terjaminnya kesehatan masyarakat yang kurang mampu. Belum lagi sensasi mobil esemka yang menghentak industry otomotif Indonesia, memberikan pembuktian pula bahwa anak-anak negeri mampu berprestasi, jokowi telah mampu menciptakan trendsetter di setiap gerakannya.

Jokowi dengan prestasinya telah membuat “ urip iku urup “ bagi masyarakat solo dimasa kepemimpinannya. Prestasi nya di dalam menjadi pemimpin kota Solo mengantarkannya untuk diminta mengaplikasikan “Urip iku Urup “ untuk masyarakat yang lebih besar dan majemuk, ibukota negeri ini, Jakarta, bukankah ini sebuah amanah, bukankah ini sebuah kebanggaan ? keikhlasan masyarakat solo sungguh diuji disini, disaat pemimpin yang dicintainya dipanggil untuk sebuah kepentingan pengabdian bagi sebuah perbaikan ibukota negeri ini.

2. Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara (Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak).

Jokowi dalam kebijakan-kebijakannya di solo telah menjadi sosok yang sangat pro masyarakat kecil, salah satu contohnya adalah disaat, dia mengeluarkan instruksi kepada rumah sakit di seluruh Kota Solo agar bersedia membantu masyarakat miskin yang sakit dengan tidak memberatkan biaya pengobatan mereka, Joko menekankan, bagi rumah sakit yang tidak bersedia mengikuti instruksi ini akan dicabut IMB-nya.

3. Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti (segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar)

Jokowi, disaat meneyelesaikan permasalahan relokasi pedagang kaki lima, berhasil melakukan sebuah lobby yang disebutnya sebagai “ lobby meja makan “, kesabaran dan sikap bijaknya membawa para pedagang kaki lima tersebut berkenan dipindah ketempat yang telah disiapkan pemerintah. Konflik pun tidak terjadi.

4. Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha (Berjuang tanpa perlu membawa massa; Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan; Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan; kekayaan atau keturunan; Kaya tanpa didasari kebendaan)

Jokowi adalah sosok insinyur yang kemudian menjadi pengusaha mebel , selalu berpenampilan apa adanya, dengan Hem sederhana dan selalu terjun langsung kepada masyarakat di dalam menyelesaikan persolan masyarakat. Kewibawaannya lahir dari perbuatannya bukan dari harta terlebih kekuasaannya.

5. Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan (Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu).

Disaat ada salah satu pejabat di jawa tengah menyebut jokowi adalah “ orang bodo “, jokowi dengan rendah hati menanggapi hal itu dengan kesahajaannya, kalau dirinya adalah memang “ orang bodo “ yang kerap terus belajar dari kekurangannya. Membalas hal seperti itu bukan dengan sakit hati tetapi dengan jiwa besar.

6. Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman (Jangan mudah terheran-heran; Jangan mudah menyesal; Jangan mudah terkejut-kejut; Jangan mudah kolokan atau manja).

7. Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman (Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi).

Jokowi seperti yang diungkapkan kepada salah satu media, mengatakan :
“Saya merasa perlu menjelaskan bahwa saya harus menjalankan tugas untuk mencalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta. Inilah hidup. Kadang-kadang memang tidak bisa memilih. Dulu saya memilih jadi tukang kayu, tapi malah dipilih jadi walikota. Sekarang malah ditugaskan nyalon gubernur, ya kita jalani saja. Kita serahkan kepada yang di atas,” ujar Jokowi di hadapan warga.

8. Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka (Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah, jangan suka berbuat curang agar tidak celaka).
9. Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo (Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat).

Waktu para pejabat hidup bermewah-mewah dan menuntut gaji tinggi, dia hidup sederhana dan tidak pernah mengambil gajinya. Dengan kebijakan-kebijakannya yang dirasakan langsung manfaatnya oleh rakyat itu, Jokowi menjadi sangat dicintai. Dia terpilih menjadi Wali Kota Solo selama dua periode, 2005-2010 dan 2010-2015. Rakyat memilih Jokowi dengan hati nurani karena tak ada politik uang, bahkan nyaris tanpa publikasi.

10. Aja Adigang, Adigung, Adiguna (Jangan sok kuasa, sok besar, sok sakti).

Maju di Pemilihan Gubernur DKI Jakarta bukan hal mudah bagi Joko Widodo. Wali Kota Solo ini mengaku kemampuannya masih jauh di bawah calon lainnya.
“Saya merasa ibarat semut, mereka yang lain seperti gajah. Ada dua gubernur, ada bekas Ketua MPR. Saya merasa kecil di Jakarta,” kata Jokowi merendah saat berbincang dengan salah satu media

10 filosofi hidup diatas saya yakin telah mampu memberikan jawaban dari pertanyaan –pertanyaan yang telah saya kemukakan di di awal tulisan artikel ini, jokowi bukanlah seorang yang gila kekuasaan, majunya dia ke DKI Jakarta semata-semata dikarenakan oleh amanah yang diberikan kepadanya, satu periode masa jabatannya, dia telah membuktikannya dengan segudang prestasi , dan di paruh periode kedua masa jokowi menjabat dia telah membuktikan pula dengan mobil esemka nya, sepertinya Tuhan sudah mengatur seorang jokowi untuk memberikan manfaat kehidupan yang lebih besar lagi sesuai kapasitasnya, “ urip iku urup “ untuk negeri ini.

Apakah ini wujud menomorduakan masyarakat solo ? saya melihatnya kembali, tidak sama sekali, justru setelah kembali dari Jakarta, jokowi langsung turun ke kampung-kampung dan duduk menjelaskan dihadapan masyarakat banyak tentang alasannya mencalonkan diri dalam pilgub DKI, bahwa apa yang dilakukan ini adalah amanah dalam mengemban tugas untuk negeri, jokowi bisa dikatakan menomorduakan solo jika dia tidak berprestasi dan menunjukkan dedikasinya yang rendah terhadap kemajuan solo selama ini .

Reaksi masyarakat yang beragam adalah sebuah kewajaran karena kasih sayangnya kepada pemimpinnya, namun hal ini dengan sendirinya akan terobati disaat jokowi mampu membuktikan komitmentnya dengan prestasi bagi negeri ini.
Ibarat seorang anak yang dipanggil oleh Negara di dalam sebuah kancah peperangan, seorang ibu akan dengan rela dan bangga mengantarkan anaknya ke medan perang demi kemenangan negerinya.

Tulisan ini bukanlah sebuah pembelaan, ataupun provokasi bahwa jokowi adalah sosok yang sempurna, oh tidak, tidak sama sekali, tidak ada yang sempurna, jokowi adalah manusia biasa, dia mampu menampilkan kesahajaannya dengan cara yang jujur dan mampu menyatu dengan nurani rakyat diwujudkan dalam kerja dan prestasi. Inilah yang tidak ada dalam kebanyakan pribadi pemimpin di negeri ini.

Jokowi adalah contoh pemimpin bersahaja dari solo yang dirindukan dan diimpikan masyarakat Indonesia.


Semoga bermakna,
Salam,
TAUFAN RAHMADI
WIRASWASTAWAN
@taufan09

1 komentar:

  1. suka mas tulisan anda, orang jawa identik dengan banyak filosofi, dan patut diteladani

    BalasHapus